Dikasih Uang Hasil Judi Bagaimana Hukumnya
Oase.id - Dalam Islam, menemukan uang atau barang di jalan (luqatah) memiliki aturan yang jelas yang harus diikuti. Secara umum, Islam mengajarkan bahwa harta yang ditemukan bukanlah milik si penemu, tetapi tetap milik pemilik aslinya. Maka, ada kewajiban tertentu bagi orang yang menemukan harta tersebut sebelum ia bisa menggunakannya.
Berikut adalah penjelasan lengkap tentang hukum menemukan uang di jalan menurut Islam beserta dalilnya:
Kewajiban Mengumumkan Barang Temuan Jika seseorang menemukan uang atau barang di jalan, ia wajib mengumumkannya dalam waktu tertentu agar pemiliknya bisa mengambil kembali barang tersebut.
Dalam hadits Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam dijelaskan:
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
"Kenalilah tali pengikatnya dan tempat menyimpannya, lalu umumkan selama satu tahun. Jika pemiliknya datang (untuk mengambilnya), maka berikanlah. Jika tidak, maka manfaatkanlah, dan barang itu tetap menjadi barang titipan di tanganmu, kapan saja pemiliknya datang, maka serahkan kepadanya." (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadits ini menegaskan bahwa seseorang yang menemukan barang harus mengumumkan barang tersebut selama satu tahun, dan bila pemiliknya tidak datang, si penemu boleh menggunakan barang tersebut, namun tetap bertanggung jawab untuk menyerahkannya jika pemilik asli datang.
Barang yang Nilainya Kecil Jika barang yang ditemukan bernilai kecil, yang biasanya tidak dicari oleh pemiliknya, maka penemu boleh langsung mengambilnya tanpa harus mengumumkannya. Dalam sebuah hadits, Rasulullah Shallahu alaihi wa sallam ditanya mengenai hal ini:
Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
"Ya’ni shibrul misak (tali kecil atau benda yang kecil yang biasa ditemukan), maka jika barang yang ditemukan tidak memiliki nilai yang besar dan biasanya tidak dicari oleh pemiliknya, maka boleh diambil." (HR. Abu Daud dan Tirmidzi)
Barang Temuan di Tempat yang Dikhawatirkan Hilang Jika seseorang menemukan barang di tempat yang berisiko hilang atau rusak, dan ia merasa pemiliknya sulit mencarinya, maka ia boleh mengambilnya untuk diselamatkan. Namun, penemu tetap harus berniat untuk mengembalikan kepada pemilik jika ia datang.
Penggunaan Barang Temuan Jika Pemilik Tidak Ditemukan
Setelah satu tahun dan barang masih belum ditemukan pemiliknya, si penemu boleh menggunakan barang tersebut. Namun, apabila di kemudian hari pemiliknya datang, barang tersebut harus tetap dikembalikan.
Dalil Lain yang Menegaskan Prinsip Ini Ada juga hadits lain yang menegaskan pentingnya mengembalikan barang temuan kepada pemiliknya jika pemiliknya datang:
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
"Siapa yang menemukan barang temuan, maka hendaknya dia mengumumkannya selama satu tahun. Jika pemiliknya datang, maka berikan kepadanya. Jika tidak, barang itu menjadi miliknya." (HR. Bukhari dan Muslim)
Kesimpulannya, hukum menemukan uang atau barang di jalan dalam Islam mengajarkan untuk:
Mengumumkan barang tersebut selama satu tahun agar pemiliknya dapat mengambilnya.
Jika barang bernilai kecil, penemu boleh langsung mengambilnya.
Jika setelah setahun pemiliknya tidak datang, penemu boleh menggunakan barang tersebut, namun harus mengembalikannya jika suatu saat pemiliknya datang.
Ajaran ini bertujuan untuk menjaga hak-hak pemilik barang dan mendorong sikap jujur dan bertanggung jawab bagi orang yang menemukan harta atau barang di jalan.
JAKARTA - Agama Islam tegas melarang umatnya berjudi, termasuk judi online. Lalu, bagaimana dengan influencer yang mempromosikan situs judi online?
Di tengah maraknya era digital saat ini, influencer memiliki peran untuk memberikan pengaruhnya kepada para pengikutnya atau netizen di media sosial. Lalu bagaimana jika mereka mempromosikan judi online?
Sebelum menjawab hal itu, ada baiknya menyimak kembali soal judi haram hukumnya karena punya dampak negatif yang merugikan. Allah berfirman dalam Surat Al-Maidah ayat 90: Artinya, Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamr, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan anak panah, adalah termasuk perbuatan keji dari perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu beruntung. (QS. Al-Maidah: 90)
Melansir laman NU.or.id, Kamis (14/11/2024), syariat Islam juga melarang segala bentuk tolong-menolong dalam perbuatan dosa dan pelanggaran. Allah SWT berfirman dalam Surat Al-Maidah ayat 2:
Artinya: "Dan janganlah tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksaan-Nya." (QS Al-Maidah: 2)
Ayat ini menjadi dasar bahwa mempromosikan hal-hal yang diharamkan, termasuk judi, adalah tindakan terlarang karena berarti membantu orang lain dalam melakukan dosa. Dengan influencer mempromosikan judi online kepada para pengikutnya, bisnis judi semakin marak dan merajalela.
JAKARTA - Agama Islam tegas melarang umatnya berjudi, termasuk judi online. Lalu, bagaimana dengan influencer yang mempromosikan situs judi online?
Di tengah maraknya era digital saat ini, influencer memiliki peran untuk memberikan pengaruhnya kepada para pengikutnya atau netizen di media sosial. Lalu bagaimana jika mereka mempromosikan judi online?
Sebelum menjawab hal itu, ada baiknya menyimak kembali soal judi haram hukumnya karena punya dampak negatif yang merugikan. Allah berfirman dalam Surat Al-Maidah ayat 90: یَـٰۤأَیُّهَا ٱلَّذِینَ ءَامَنُوۤا۟ إِنَّمَا ٱلۡخَمۡرُ وَٱلۡمَیۡسِرُ وَٱلۡأَنصَابُ وَٱلۡأَزۡلَـٰمُ رِجۡسࣱ مِّنۡ عَمَلِ ٱلشَّیۡطَـٰنِ فَٱجۡتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمۡ تُفۡلِحُونَ Artinya, “Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamr, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan anak panah, adalah termasuk perbuatan keji dari perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu beruntung.” (QS. Al-Maidah: 90)
Melansir laman NU.or.id, Kamis (14/11/2024), syariat Islam juga melarang segala bentuk tolong-menolong dalam perbuatan dosa dan pelanggaran. Allah SWT berfirman dalam Surat Al-Maidah ayat 2:
وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى ٱلۡإِثۡمِ وَٱلۡعُدۡوَ ٰنِ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَۖ إِنَّ ٱللَّهَ شَدِیدُ ٱلۡعِقَابِ
Artinya: "Dan janganlah tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksaan-Nya." (QS Al-Maidah: 2)
Ayat ini menjadi dasar bahwa mempromosikan hal-hal yang diharamkan, termasuk judi, adalah tindakan terlarang karena berarti membantu orang lain dalam melakukan dosa. Dengan influencer mempromosikan judi online kepada para pengikutnya, bisnis judi semakin marak dan merajalela.
Dengarkan Murrotal Al-Qur'an di Okezone.com, Klik Tautan Ini: https://muslim.okezone.com/alquran
Follow Berita Okezone di Google News
Dapatkan berita up to date dengan semua berita terkini dari Okezone hanya dengan satu akun di ORION, daftar sekarang dengan klik disini dan nantikan kejutan menarik lainnya
Dosa Mengajak dalam Keburukan
Dalam sebuah hadits, Rasulullah Saw menjelaskan, siapa pun yang mengajak pada kesesatan akan menanggung dosa dari setiap orang yang mengikutinya. Dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda:
مَنْ دَعَا إِلَىٰ هُدًى كَانَ لَهُ مِنَ الْأَجْرِ مِثْلُ أُجُورِ مَنْ تَبِعَهُ لَا يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْئًا، وَمَنْ دَعَا إِلَىٰ ضَلَالَةٍ كَانَ عَلَيْهِ مِنَ الْإِثْمِ مِثْلُ آثَامِ مَنْ تَبِعَهُ لَا يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ آثَامِهِمْ شَيْئًا
Artinya: “Barang siapa yang mengajak kepada hidayah, maka ia mendapatkan pahala seperti pahala orang-orang yang mengikutinya, tanpa mengurangi sedikit pun dari pahala mereka. Dan barang siapa yang mengajak kepada kesesatan, maka ia mendapatkan dosa seperti dosa orang-orang yang mengikutinya, tanpa mengurangi sedikit pun dari dosa mereka.” (HR. Muslim)
Dalam hadits ini dijelaskan dosa seseorang yang mengajak pada perbuatan buruk akan terus mengalir selama orang-orang yang diajak masih melakukannya.
Menurut Ibnu Daqiq al-‘Id, seruan kepada kesesatan tidak hanya berlaku pada ajakan langsung, tetapi juga termasuk tindakan apa saja yang mendukung atau memperkuat kesesatan itu, seperti menyebarkan keraguan atau memaparkan argumen yang mengaburkan kebenaran.
Ini juga berlaku bagi mereka yang memengaruhi (influence) orang lain untuk menyimpang dari kebenaran, baik melalui perkataan, tulisan, atau tindakan yang memberikan kesan positif terhadap kesalahan termasuk judi online. Ibnu Daqiq menyebutkan dalam Syarhul Ilmam bi Ahaditsil Ahkam (Suriah, Darun Nawadir, 1430: II/ 272): ومن دعا إلى ضلالة، ولا يتوقف ذلك على الدعاء حقيقةً، بل [تقريره] وإقامةِ الدليل عليه إن كان حقًا، وإقامةِ الشبهة فيه إن كان باطلًا؛ كالدعاء في ترتيب الثواب والعقاب، والله أعلم.
Artinya, "Barang siapa yang menyeru kepada kesesatan, maka tidak terbatas pada seruan secara harfiah, melainkan juga dengan menguatkannya (yaitu, mendukungnya) dan menetapkan dalil atasnya jika ia benar, serta menimbulkan kerancuan padanya jika ia batil, seperti halnya seruan dalam menetapkan pahala dan siksa. Dan Allah Maha Mengetahui."
Dengan demikian, menggunakan pengaruh (influence) untuk mempromosikan tindakan atau pemikiran yang salah dalam agama dianggap haram.
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Melihat uang tanpa pemilik di jalan, rasanya seperti mendapat rezeki nomplok ya. Tapi tidak boleh langsung diambil dan dibelanjakan lho. Dengan mengambil harta tersebut, ternyata kita jadi berkewajiban untuk mengembalikan kepada sang pemilik.
Ustadz Adi Hidayat dalam kajiannya menyebutkan 2 hukum ketika menemukan barang berharga di jalanan;
1. Wajib dikembalikan Jika sanggup dan mampu melacak pemiliknya, maka boleh diambil untuk dikembalikan. Sebab, hukum pertama ketika menemukan barang temuan adalah dikembalikan kepada pemiliknya, bukan digunakan, apapun itu. Baik itu tas, dompet, uang dan sejenisnya yang sekiranya berharga.
2. Tinggalkan atau bawa kepada orang yang mampu mengembalikan Jika tidak memiliki kemampuan, ada 2 pilihan. Pilihan pertama, meninggalkan barang tersebut agar tanggung jawab untuk mengembalikan tidak berpindah kepada kita.
Atau yang kedua, infokan temuan barang tersebut kepada orang yang kita anggap lebih mampu untuk mengembalikan benda tersebut kepada pemiliknya. Orang yang kita rujuk itu benar-benar memiliki kemampuan untuk melacak dan mencari pemilik benda tersebut. Misalnya seperti pihak berwajib.
Tapi jika punya kemampuan dan ingin beramal shaleh sekaligus mencari pemiliknya untuk dikembalikan, maka pertama niatkan untuk beribadah kepada Allah. Niat ini paling utama karena boleh jadi Allah melembutkan hati pemilik barang tersebut sehingga ada manfaat yang didapatkan dari situ.
Maka yang dilakukan selanjutnya ikhtiarkan secara maksimal. Jika pada masa tertentu masih juga tidak ada kabar (3 tahun), walaupun barang tersebut tidak ada pemiliknya namun tidak bisa diambil seluruhnya. Hanya diambil 1/3 dari nilai barang, 2/3 sisanya disedekahkan.
Meski begitu, yang paling utama jika tidak memiliki kemampuan untuk mengembalikan, maka serahkan kepada yang lebih mampu. Atau jika menemukan, namun punya keyakinan mengenal pemilik barang tersebut, maka dibolehkan untuk diambil lalu dikembalikan.
Source: Muslim Saluran Dakwah
Politik uang (money politics) dalam Pemilu kerap menjadi topik yang kontroversial. Praktik yang melibatkan distribusi uang atau barang kepada pemilih ini bertujuan untuk memengaruhi pilihan mereka demi keuntungan politik. Dalam Islam, fenomena ini setara dengan risywah atau suap, yang hukumannya jelas: haram.
Tidak peduli apa bentuk pemberiannya, apakah berupa uang tunai, barang, atau janji proyek, tindakan ini tetap dikategorikan sebagai suap dan haram dalam ajaran Islam. Suap, meski diberi istilah lain seperti hibah atau sumbangan, tetap dianggap dosa besar, terutama karena berpotensi merusak moral dan mental masyarakat.
Hal ini berdasarkan QS. Al-Baqarah ayat 188, Allah berfirman:
“Dan janganlah kamu makan harta di antara kamu dengan jalan yang batil, dan (janganlah) kamu menyuap dengan harta itu kepada para hakim, dengan maksud agar kamu dapat memakan sebagian harta orang lain itu dengan jalan dosa, padahal kamu mengetahui.”
Politik uang adalah bagian dari politik transaksional yang merusak keadilan pemilu. Fenomena ini memicu apatisme di kalangan masyarakat, yang lebih peduli pada imbalan langsung ketimbang kualitas pemimpin yang dipilih.
Dalam perspektif Islam, politik uang termasuk dalam bentuk kezaliman yang merusak kehidupan, sebagaimana dinyatakan dalam ayat QS al-Baqarah ayat 205, yang memperingatkan bahaya perilaku pemimpin zalim yang merusak tatanan sosial.
“Dan apabila dia berpaling (dari engkau), dia berusaha untuk berbuat kerusakan di bumi, serta merusak tanam-tanaman dan ternak, sedang Allah tidak menyukai kerusakan.”
Meski politik uang haram, penting untuk membedakan antara suap dan biaya politik sah. Biaya politik atau political cost yang diizinkan oleh undang-undang tetap diperlukan dalam kampanye. Ini meliputi pengeluaran untuk alat peraga kampanye seperti kaos, poster, dan baliho. Pengeluaran ini sah selama tidak melibatkan pemberian langsung kepada pemilih yang bertujuan memengaruhi suara mereka.
Penggunaan dana kampanye untuk upah atau imbalan tim sukses yang melakukan pemasangan alat kampanye, dibolehkan. Begitu pula, boleh masyarakat menyumbangkan bantuan finansial dan sejenisnya kepada tim pemenangan (bukan kepada pemilih) untuk membantu kampanye para calon. Selama tidak ada unsur suap dalam bentuk janji atau pemberian langsung yang ditujukan untuk membeli suara, kegiatan ini tidak tergolong sebagai politik uang yang diharamkan.
Dengan demikian, perbedaan tegas antara suap (politik uang) dan biaya kampanye yang sah harus dipahami oleh masyarakat. Di satu sisi, politik uang adalah praktik yang merusak, sementara di sisi lain, biaya kampanye adalah bagian dari proses demokrasi yang sah selama dijalankan dengan transparansi dan integritas.
Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, “Hukum Politik Uang (Money Politics)”, Majalah Suara Muhammadiyah Edisi 1-15 Maret 2024.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA- Seiring dengan maraknya judi online, tentu memunculkan beragam pertanyaan terkait. Salah satunya adalah apa hukum menikmati hasil dari judi online?
Sekretaris Komisi Fatwa MUI, KH Miftahul Huda menekankan, dalam syariat Islam, judi merupakan salah satu perbuatan yang dilarang dan haram hukumnya.
Penjelasan terkait dengan larangan berjudi itu berdasarkan firman Allah SWT dalam QS Al-Maidah [50] ayat 90:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْاَنْصَابُ وَالْاَزْلَامُ رِجْسٌ مِّنْ عَمَلِ الشَّيْطٰنِ فَاجْتَنِبُوْهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah, adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung.”
Dalam ayat tersebut, Allah SWT menyampaikan bahwa judi merupakan salah satu perbuatan yang keji dan termasuk perbuatan setan. Allah SWT juga memberikan perintah kepada umatnya untuk menjauhi perbuatan tersebut agar beruntung.
"Ayat ini secara tegas menjelaskan keharaman beberapa perbuatan yaitu minuman keras (khamr), berjudi (maisir), (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib. Bahkan secara tegas di akhir ayat Allah SWT memerintahkan kita untuk menjauhi empat perbuatan tersebut," kata Kiai Miftah, begitu akrab disapa, dikutip dari laman resmi MUI, Jumat (21/6/2024).
Kiai Miftah menegaskan, hal ini menjadi isyarat bahwa perbuatan tersebut termasuk dosa besar yang sangat berbahaya dan sangat besar dampak mudaratnya.
Khusus terkait judi, kata Kiai Miftah, dampak mudaratnya sangat luar biasa di antaranya: memicu permusuhan, kemarahan, hingga pembunuhan.
Selain itu, judi membuat seseorang menjadi malas mengerjakan ibadah serta jenuh hatinya dari mengingat Allah SWT.
"Selain membentuk tabiat yang jahat, berjudi dapat memicu seseorang jadi pemalas dan pemarah," kata dia menambahkan.
Kiai Miftah menekankan, judi juga dapat menyebabkan kemiskinan dan merusak hubungan rumah tangga. Hal ini akibat keinginan memenuhi nafsu untuk bermain judi, seseorang akan dipertaruhkan harta yang dimilikinya.
"Pada akhirnya dia melupakan kewajibannya untuk memenuhi kebutuhan istri dan anaknya. Bahkan bagi penjudi berat terkadang dapat mempertaruhkan anak dan istrinya," kata dia.
Permainan judi ini dianggap sebagai perbuatan haram dalam Islam. Hal ini karena permainan judi termasuk dalam kategori gharar, yaitu transaksi yang mengandung unsur ketidakpastian.
Lalu bagaimana hukum menghidupi keluarga dengan harta hasil perjudian?
Kiai Miftah mengatakan, jika seseorang yang sudah dewasa (termasuk anak dan istri) telah mengetahui bahwa sesuatu yang dimakannya itu adalah sesuatu yang diharamkan oleh Allah SWT dan Rasulullah, maka hal itu wajib ditinggalkan, artinya jangan dimakan.
"Sebab, jika sesuatu yang haram dan diketahui bahwa itu berasal dari yang haram, maka kelak di akhirat akan dituntut," tuturnya.
Kiai Miftah menerangkan, darah yang mengalir dalam tubuh dari hasil sesuatu yang haram maka akan membentuk tubuh, jiwa dan tabiat yang tidak baik.